CERPEN BAHASA INDONESIA



Spring Spring Spring


= The Story Begin =
Dimalam perpisahan sekolah SMA atau biasa kita sebut prom night, sebuah mobil terdengar berhenti di depan rumahku. Aku yang memang sudah siap dan menunggu temanku datang menjeput, segera keluar dan melihat siapa yang datang. Aku sangat penasaran siapakah pria yang datang dengan jas putih serta jeans biru yang terlihat sangat keren. Setelah ku mendekat pada sosok dihadapanku ini, ternyata ia adalah…
“Selamat malam nona cantik, maukah kau pergi bersamaku malam ini?” Tanyanya dan membuatku terkejut bukan kepalang.
FLASHBACK
London, Inggris
            Liburan spesial yang ayahku berikan memang sangat sangat spesial. London, adalah salah satu kota yang sangat sangat ingin aku kunjungi. Ditambah lagi ada beberapa tugas yang membutuhkan beberapa potret keindahan kota yang memuatku sangat bersemangat menjalani liburan ini.
            Di London, banyak sekali hal – hal yang ingin kulakukan. Salah satunya mengunjungi Istana Buckingham, berjalan – jalan di Hyde Park, melihat pemandangan malam kota London dari atas London Eye, dan masih banyak lagi.
            Sore ini adalah hari keduaku di Inggris. Aku pun memutuskan untuk berjalan jalan di sekitar Sungai Thames dan mengunjungi London Eye.  Disana aku menyempatkan membeli gula – gula dan berfoto di atas London Eye. Dan saat itu aku tidak sengaja menabrak seseorang yang membawa ice cream sehingga mengotori bajunya.
            “Waduh. “Ucapnya pelan. Sepertinya dia orang Indonesia. Aku pun langsung meminta maaf dengan memberinya saputanganku.
            “Maaf ya. Nggak sengaja. Orang Indonesia kan?” Tanyaku sambil terus membantu membersihkan bajunya.
            “Iya, emang orang Indonesia. Udah – udah nggak usah pegang – pegang. Bikin bad mood aja.” Jawabnya dengan ketus lalu pergi begitu saja.  Sepertinya ada yang tidak beres dengan orang itu tadi. Ia sangat buruk dalam mengontrol emosi.
            Aku pun segera melanjutkan perjalananku mencari makan malam. Tak lama kemudian aku menemukan restoran yang menjual makanan western kesukaanku fish and chips. Aku pun segera memesan makanan dan mulai makan malam. Dan tanpa disadari aku bertemu lagi dengan laki – laki tadi dan itu membuatku sangat jengkel. Ditambah lagi banyak sekali teman temannya di restoran ini.
            “Eh kamu yang numpahin ice cream ku kan? Liat nih bajuku jadi bau kayak gini. Dasar. Mana sukanya sendiri lagi. Nggak punya temen ya?” Ledeknya lalu tertawa keras dengan teman – temannya.
            “Ham, siapa tuh. Manis juga. Lu kenal sama dia? Kalau lu nggak mau, buat gue aja deh.” Ucap salah satu temannya dan itu membuatku sangat – sangat jengkel.  Aku pun segera berlalu dari mereka dan duduk di bangku pojok belakang  sambil mendengarkan musik.
            Tak lama setelah itu, makananku datang dan segera mengisi perutku yang kosong. Aku sangat menikmatinya hingga lupa bahwa mereka sedang menertawakanku. Aku benar – benar malas untuk meladeni mereka dan segera kembali ke apartemen yang memang sudah disiapkan oleh ayah untukku tinggal di London selama 1 bulan. Sesampainya di apartemen, aku segera menuju ke kamar dan tidur.
            2 hari kemudian aku memutuskan untuk pergi ke beberapa tempat di London seperti Hyde Park, Tate Modern dan Tate British, British Museum, Tower of London. Disana aku memotret beberapa tempat yang bisa kumasukkan dalam tugasku yang memang harus selesai sekitar 3 minggu lagi.
            Tak lama setelah mengitari kawasan Hyde Park, dan baru kusadari bahwa seseorang mengikutiku dari belakang dengan membawa sesuatu bersamanya. Aku sangat takut jika orang itu menyakitiku atau apapun. Yang terpikir olehku segera berlari menuju British Museum dan bersembunyi diantara kerumunan orang yang menuju ke British Museum. Aku pun melihat seseorang yang mengikutiku tadi tampak mencari diriku kemudian berlari berlawanan arah. Aku merasa aman dan kemudian melanjutkan jalan – jalanku ke British Museum.
            Tak lama setelah itu, seseorang menepuk pundakku pelan. Aku segera menoleh dan melihat siapa yang datang. Orang itu lagi, ya, dia, laki – laki kurang ajar yang ku tabrak saat membawa ice cream. Ia tersenyum padaku.
            “Oh, ada apa?” Tanyaku padanya dengan jutek. Ia tetap tersenyum padaku lalu mengarahkan tangnya pada tanganku lalu memberikan sesuatu padaku.
            “Sapu tang-“ Ucapku terpotong. Ia tetap tersenyum padaku. Senyumannya sukses membuatku ikut tersenyum.
            “Terima kasih.” Jawabku lalu menyimpan sapu tangan yang selalu kubawa kemana – mana itu. Aku tak mengerti mengapa aku merasakan sesuatu yang berbeda dari diriku yang biasanya. Aku merasa seperti aku sangat mengenalnya. Dan benar – benar mengenal dengan baik. Aku terus bertanya pada diriku, siapa dia. Tapi tetap saja aku tak mendapat jawaban apapun.
Satu bulan kemudian.
            Aku telah kembali ke Indonesia dan memulai sekolah seperti biasa. Namun terjadi sesuatu yang membuatku semakin bingung. Laki – laki yang ku tabrak sebulan lalu di London, sudah duduk manis di salah satu bangku kelasku.
            Semua teman – teman memandanginya dan mulai mengajaknya bicara. Ia selalu tersenyum dan menjawab apapun yang ditanyakan oleh teman – teman sekelasku.
            “Li, tau nggak, siswa baru dikelas kita itu pindahan dari London. Cakep ya. “ ucap salah satu sahabatku Fira.
            “Iya, tau.” Jawabku biasa saja dan segera duduk di bangkuku. Pelajaran pun di mulai, guru sejarah yang tidak lain adalah wali kelasku memperkenalkan dia di depan kelas.
            “Anak – anak, kita punya teman baru, silahkan perkenalkan dirimu.” Ucap pak guru. Ia segera naik di podium kelas dan memperkenalkan dirinya.
            “Hai, namaku Ilham Revian Sagara. Panggil saja Ilham. Saya pindahan dari London, senang bertemu dengan ka-“ Kata – katanya terpotong ketika menatap mataku.
            “Kamu?” Ucapnya sontak membuat teman – teman sekelasku bingung. Ia terus menerus menatapku dengan ekspresi bingung.
            “Kalian saling kenal?” Tanya pak guru. Aku memandang ilham dengan santai lalu membuka buku.
            “Ya tentu saja” “Tidak” jawab kami hampir bebarengan. Mereka semua bingung dengan jawaban kami yang tidak sama.
            “Hei, kau lupa padaku?” Tanyanya denga suara keras. Aku sangat tidak ingin menanggapinya, terutama di depan teman – temanku.
            “Iya, lupak. Maaf ya.” Jawabku santai. Kemudian ia segera kembali duduk di bangku =nya dan memandangiku dari belakang. Aku benar – benar tidak ingin menghiraukannya

Komentar